Tuesday 29 March 2016


"We know better now, don't we? Devils don't come from hell beneath us. They come from the sky"- Lex Luthor

Plot

Pertempuran masif antara Superman (Henry Cavill) melawan General Zod (Michael Shannon) menyisakan sebuah luka besar bagi kota Metropolis. Banyak korban berjatuhan dan juga pastinya banyak kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat pertarungan antar dewa tersebut. Salah satu yang terkena dampaknya adalah Bruce Wayne (Ben Affleck) dimana dia harus rela akan kehilangan gedung perusahaannya serta menjadi saksi beberapa korban yang diakibatkan akan pertarungan tersebut. Semenjak itulah Bruce menganggap bahwa keberadaan Superman merupakan ancaman bagi dunia dengan kekuatannya yang tidak tertandingi tersebut. Untuk itu dengan identitas lainnya sebagai Batman, Bruce mencari cara supaya mampu menghentikan langkah Superman. Disisi lain, ada Lex Luthor (Jesse Eissenberg) yang secara diam-diam memanfaatkan momen pertikaian antara Superman dan Batman tersebut.





Review

Okay, here it is.. The most talking movie for recently years, the most anticipated movies of this year, dan berbagai kalimat hiperbolis lainnya yang memang layak disandang film yang disutradarai oleh Zack Snyder ini. Mungkin mempertemukan para superhero bukanlah ide yang baru lagi mengingat The Avengers yang tidak diragukan menjadi pionir akan hal tersebut, namun siapa yang tidak tergiur melihat dua pahlawan yang telah memiliki nama besar baik di dalam dunia film maupun dunia komik ini bersatu dalam satu frame? Siapa yang tidak tergiur melihat dua pahlawan masa kecil ini berkerja sama dalam melawan musuh mereka dalam dunia film, bukan lewat yang media nya lebih kecil seperti kartun? Semua hal yang menjanjikan ini sendiri bagai dua mata pedang bagi Zack Snyder. Di satu sisi, film ini dijamin hampir 100% akan mendulang sukses, namun di sisi lain beban yang diemban oleh Zack tentunya sangat besar. Terbukti berbagai komentar-komentar miring telah didaratkan oleh para pecinta film, baik mengenai trailernya yang kurang menjanjikan ataupun terlalu banyak menebarkan berbagai petunjuk-petunjuk penting (yang paling disayangkan adalah terungkapnya Wonder Woman yang hadir dalam film ini), maupun pemilihan cast yang sedikit menuai kontroversi, seperti contoh utama adalah Ben Affleck yang dipercaya untuk menjadi salah satu superhero kesayangan kita, yaitu Batman. Ya, Ben dipaksa harus menerima berbagai komentar-komentar miring akan keputusan tersebut walaupun sebenarnya Ben telah menunjukkan kapasitas aktingnya lewat Argo dan juga Gone Girl. Kapasitas sutradara Zack pun juga kembali dipertanyakan setelah karya nya yang paling anyar yaitu Man of Steel kurang mendapatkan tanggapan positif dari para kritikus. Buruknya lagi, dari pihak rival, keberhasilan Marvel Cinematic Universe juga telah mematok standar yang tinggi bagaimana film bersatunya superhero itu dibuat sehingga banyak yang meragukan akan kualitas film pembuka akan Justice League ini. Lalu, apakah keraguan mereka terbukti?

Mari kita buka dengan berbagai hal positif dahulu. Batman vs Superman: Dawn of Justice (selanjutnya akan gw singkat BvS) didanai dengan nominal yang tidak main-main, yaitu kurang lebih $250 juta. Dan Zack Snyder memang telah terbukti sebagai sutradara yang mampu mengoptimalkan dana yang telah diberikan tersebut. Lihatlah berbagai efek visual yang mengagumkan dalam film ini. Tidak perlu menunggu lama, opening nya saja telah memperlihatkan indahnya pengambilan gambar. Gw menyukai momen dimana Bruce (secara absurd) terbang dengan beratus-ratus, atau bahkan ribuan, kelelawar yang mengelilinginya. Adegan slow motion ketika kedua orang tua Bruce terbunuh pun cukup memanjakan mata, mengingatkan gw akan opening Watchmen yang brutal serta indah dengan lagu Bob Dylannya itu (one of my favorite opening movie). Tidak hanya dalam aspek visual, keahlian Zack lainnya adalah mampu mengemas action secquence baik dalam skala minor maupun masif.  Pertempuran yang kita semua nantikan antara Batman dan Superman di garap dengan maksimal oleh Zack. Zack tahu benar akan kelebihan masing-masing dari kedua superhero tersebut. Batman dengan gadget-gadget canggih serta kepintarannya, Superman dengan kekuatan fisiknya yang tidak perlu dijelaskan lagi dahsyatnya. Pertarungan antar superhero melawan Doomsday di third act pun tidak mengecewakan, dengan momen di mana munculnya Wonder Woman yang digarap dengan ikonik oleh Zack Snyder dengan bantuan iringan musik dari Hans Zhimmer yang memang tidak pernah mengecewakan. Percakapan antara Batman dan Superman setelah kehadiran Wonder Woman itu pun menambah betapa memorable scene tersebut. Sontak momen tersebut berhasil membuat reaksi “Wow” dari para penonton. Ah, andai saja pihak Warner Bros tidak teledor dan mengubah keputusan mereka supaya status Wonder Woman tetap rahasia dan tidak dihadirkan dalam trailer mereka, mungkin Bvs mampu mendapatkan rating yang lebih tinggi dari gw. Lalu mari kita bicarakan aspek akting. Pertama-tama, mari ucapkan selamat kepada Ben Affleck yang mampu mematahkan omongan-omongan merendahkan terhadap dirinya yang menjadi “the next Batman”. Ya, para haters tersebut mau tidak mau harus menelan ludah mereka karena Ben sanggup menghadirkan Batman yang tidak kalah brutalnya dengan Batman versi Christian Bale, dan juga mampu menjadi sosok Batman yang intimidatif dimana hal itu membuat sosok Batman bagaikan sosok mitos dan legenda yang bahkan melebihi sosok Superman. Ketika menjadi Bruce Wayne pun Ben tidak mengecewakan. Ben sukses menggambarkan sosok Bruce yang menyimpan kegetiran akan masa lalu dan berkharisma dalam waktu yang sama. Yap, pembuktian yang sekali lagi berhasil dari Ben Affleck setelah sebelumnya ia lakukan di film Gone Girl. Kemudian Henry Cavill juga masih terlihat meyakinkan lewat sosoknya sebagai Superman, walau memang harus diakui Henry Cavill masih belum terlihat menonjol ketika harus bermain dalam momen yang emosional. Oh tidak lupa juga Gal Gadot sebagai Wonder Woman yang sukses menjadi scene stealer dalam setiap penampilannya. Terutama ketika berkostum Wonder Woman yang digambarkan sedikit ada unsur badass di dalamnya. Jeremy Irons sebagai Alfred pun juga tampil memuaskan walau belum sampai di tingkatan Michael Caine.

Dan mari kita bahas aspek negatifnya yang memang harus diakui cukup mengganggu. Pertama-tama, silahkan teriakkan bahwa Jesse Eissenberg merupakan contoh villain yang buruk sebagai Lex Luthor. Mungkin maksud dari Zack memilih Jesse untuk peran ikonik seperti Lex adalah berharap supaya penonton akan dengan mudahnya untuk membenci karakter Lex yang memang unlikeable dalam konteks karakternya yang memang annoying. Tetapi dalam kasus Jesse, tidak hanya karakter nya yang annoying tetapi juga aktingnya yang, maaf, membuat penonton jengah melihat sosoknya tampil di screen. Ditambah dengan sosoknya yang terlalu cerewet untuk karakter Lex serta kurang berhasilnya Jesse menggambarkan kegilaan dari sosok Lex. Kegagalan demi kegagalan tersebut membuat para penonton tidak susah untuk memberikan label bahwa Jesse gagal sebagai Lex Luthor. Tampaknya bukanlah keputusan yang tepat untuk menyuntikkan dosis elemen "Mark Zuckerberg-ism" ke dalam karakter Lex Luthor.
Tetapi dosa Jesse ini tidaklah sebesar dosa para writer serta Zack Snyder sebagai sutradara. Ya, salah satu masalah terbesar BvS  dan juga menjadi sasaran para kritikus adalah alur serta plot nya yang berantakan. Let’s honest, Zack Snyder memang bukan story teller sehebat Christopher Nolan yang mampu menggarap cerita dengan rapi walau dengan plot-plot yang bertumpuk. Kemampuan tersebut belum ada di dalam Zack Snyder. Walau telah dibantu oleh David S. Goyer yang merupakan salah satu penulis dari The Dark Knight trilogy serta Chris Terrio yang menjadi orang dibalik layar akan luar biasanya Argo, Zack juga masih kurang mampu membuat pergerakan plot BvS rapi. Hasilnya, BvS tertatih semenjak dari film mulai ke narasi awal. Ketika ada salah satu penonton yang bergumam “ini film ceritanya apa ya?” maka kalian tahu bahwa ada yang tidak beres dengan alurnya. Buruknya lagi, Zack membiarkan beberapa plot utama maupun subplot nya dibiarkan tanpa jawaban. Begitu banyak pertanyaan gw setelah menonton film ini. Serius, kalian akan juga merasakan hal yang sama seperti gw. Salah satu contoh utama nya adalah, apa motivasi Lex Luthor? Serta berbagai, yang bisa dibilang, plot hole bertebaran dalam Bvs. Apakah perlu mengajak Jonathan Nolan untuk menjadi screen writer juga?
Sayang sekali, tatanan premis yang awalnya tentu saja menjanjikan ini harus berakhir dengan cukup mengenaskan dalam hal penceritaan. Kuat dalam segi visual serta momen-momen pertempurannya, namun dalam penceritaan BvS menderita berbagai luka yang cukup parah untuk disembuhkan. Bukanlah awal yang baik tentunya bagi kisah Justice League untuk kedepannya.

6,5/10



Saturday 19 March 2016


"Yo Dre. I got to something to say"- Ice Cube

Plot

Didasari dengan kondisi ekonomi yang seakan tidak membaik, Andre "Dr. Dre" Young (Corey Hawkins) mencetuskan sebuah ide untuk membentuk sebuah grup hip hop yang mengusung genre so-called-reality-rap. Dengan mengajak temannya yang juga pengedar narkoba, Eric "Eazy-E" Wright (Jason Mitchell) untuk membangun sebuah label bernamakan "Ruthless", lahir lah N.W.A (Niggaz With Attitude) yang langsung mencuri perhatian berkat lirik bikinan O'shea "Ice Cube" Jackson (O'shea Jackson Jr.) yang mengandung  begitu banyak swear words dimana kala itu cukup sulit untuk diterima oleh kalangan umum. Lagu-lagu mereka sendiri memiliki tema akan sebuah kejujuran betapa keras dan sulitnya perjalanan hidup mereka, serta mengekspresikan kebencian mereka terhadap para polisi yang sering bersikap rasis terhadap mereka.





Review

N.W.A mulai populer pada medio akhir tahun 1980an, dan karena gw bahkan belum lahir pada masa itu tentunya grup yang mempopulerkan Dr. Dre serta Ice Cube ini sangat lah asing untuk gw, terlebih gw sendiri bukanlah penggemar musik yang bergenre hip hop dan semacamnya. Jadi yang gw harapkan dari karya debut F. Gary Gray ini tidak lah lebih dari sekedar perkenalan lebih dalam dengan N.W.A. Menurut gw, sebagian besar penikmat film yang telah menikmati Straight Outta Compton pasti sepakat bahwa paruh pertama atau bagian dimana N.W.A mulai menapakkan karirnya adalah bagian terbaik dari film ini. Semuanya ditampilkan begitu jujur dan narasinya begitu rapi. Gw katakan jujur karena apa yang ditampilkan oleh F. Gary Gray bukanlah film biografi musikal seperti pada umumnya, melainkan seperti film gangster yang kebetulan adalah kisah nyata dari kisah lahirnya N.W.A. Dekatnya mereka dengan kriminal, drugs, serta kehidupan bebas ditampilkan begitu berani oleh sang sutradara.
Fokus masih tertuju terhadap N.W.A dengan Dr. Dre, Ice Cube, serta Eazy-E sebagai fokus utama. Para pemeran utama pun mampu menjaga chemistry nya sehingga kita pun ikut terbawa dengan kedekatan mereka serta juga menyayangkan dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Singkat kata, paruh pertama ini membuat penonton terikat dengan grup N.W.A. Ada satu momen dimana salah satu anggota N.W.A mendapat kabar duka, dan disana lah kita bisa melihat betapa baiknya para aktor menciptakan sebuah chemistry yang tidak palsu serta tidak klise. Kalimat klise seperti "We'll always going to be brothers" yang dikeluarkan oleh Eazy-E bisa saja jatuhnya hanyalah kalimat klise biasa pada umumnya, tetapi sekali lagi berkat chemistry yang ada, kalimat tersebut menjadi kalimat yang memiliki makna yang dalam dan tidak lewat begitu saja. Oh, tidak lupa juga dengan konflik antara N.W.A dengan polisi setempat yang menginspirasi Ice Cube untuk menciptakan lagu yang (mungkin) paling populer serta juga kontroversial dalam perjalanan karir N.W.A. Ya, momen dimana polisi "mengganggu" mereka di pinggir jalan tersebut tentu saja membuat penonton geram serta tidak ragu untuk ikut meneriakkan "Fuck Tha Police" dengan lantang.
Namun sayangnya ketika perpecahan mulai terjadi, film pun mulai sedikit demi sedikit kehilangan daya tariknya dan disinilah mulai tampak apa yang masih harus dibenahi oleh sang sutradara debutan bila ingin menelurkan film-film yang berkualitas, yaitu bagaimana untuk membagi fokus cerita sehingga tetap rapi serta mempertahankan daya tarik film yang memiliki durasi yang panjang (SOC yang gw tonton adalah versi umum yang memiliki durasi 146 menit). Di paruh kedua cerita mulai bergerak ke arah perpecahan internal terjadi khususnya antara Cube, Dre serta Eazy yang juga merembet ke perseteruan antar penggemar mereka. Ada yang hilang di paruh kedua ini, padahal konflik-konflik yang coba diangkat oleh Gary Gray seharusnya mampu membuat cerita jauh lebih menarik untuk diikuti. Ya mungkin kekuatan utama film ini adalah hubungan antara para anggota grup yang begitu hangat yang ditampilkan pada paruh pertama, dan ketika terjadi perpecahan, daya tarik utama tersebut juga hilang. Tidak salah kalo ada di antara kalian mulai gelisah dan mengepoi jam di tangan kalian. Lebih buruk lagi, banyak momen-momen yang dibiarkan tidak dijawab (entah sengaja atau tidak) seperti apa kabar keluarga dari Dr. Dre? Bagaimana suatu kejadian tersebut sebenarnya terjadi? Semuanya menggantung. Untungnya pemeran-pemeran utama memiliki kemampuan akting yang memuaskan. O'shea Jackson Jr. tidak sia-sia mendalami peran ini selama 2 tahun (Ice Cube sendiri yang  meminta hal ini kepada anaknya supaya isu nepotisme mampu ditepis). Corey Hawkins juga tampil begitu baik sebagai Dr. Dre, tapi yang paling memuaskan bagi gw adalah Jason Mitchell sebagai Eazy E.
Tapi film musikal tetaplah musikal, tidak perduli betapa bagusnya sang sutradara menjalin cerita, tidak perduli para aktor nya bermain dengan baik namun apabila dalam musikal nya dinilai kurang tetap saja film tersebut berakhir mengecewakan. Untungnya F. Gary Gray menyadari hal ini. Sang sutradara menghadirkan beberapa momen-momen konser yang disajikan dengan meyakinkan. Kita pun diperlihatkan bagaimana hebat nya N.W.A mampu menghidupkan suasana konser baik dengan lagu ataupun hanya melalui speech dari salah satu anggota. Yang paling memorable pastinya konser di Detroit yang berakhir dengan kericuhan tersebut.
Sedikit keteteran di bagian akhir, tidak membuat film ini berakhir dengan mengecewakan. Sebuah biografi yang disajikan dengan jujur serta brutal dan tentunya sebuah karya debut yang tidak mengecewakan. Tidak mengherankan bila film ini akan menjadi cult suatu saat. This movie is still dope for me.


8/10


Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!